Esai Gideon Candra Agape, mahasiswa Universitas Pembangunan Negeri (UPN) Veteran Jawa Timur yang berjudul Inovasi Aplikasi Carbon Trading berhasil meraih juara 2 kategori Noneksakta di tingkat nasional Writing Competition Beswan Djarum 2021/2022.
Gideon mampu tampil di final tingkat nasional, setelah terlebih dahulu mengalahkan 65 peserta lainnya di tingkat regional Surabaya.
Ide tersebut muncul, karena terinspirasi dari peraturan pemerintah mengenai pajak karbon yang akan diimplementasikan. Dirinya menjabarkan, jika pajak karbon merupakan pajak atas emisi atau gas dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang dikeluarkan sebuah perusahaan. “Hal inilah yang menjadi inspirasi untuk membuat aplikasi trading carbon ini, yaitu ingin memudahkan saja dalam mengawal para pelaku industri di Indonesia untuk taat membayar pajak karbonnya ke pemerintah,” ujarnya.
Dalam membuat esai tersebut, Gideon menceritakan jika terdapat beberapa kendala, seperti harus menyederhanakan kembali peraturan pajak karbon yang kompleks dan kemudian disesuaikan dengan iklim ekonomi di Indonesia, karena selama ini Indonesia masih memakai standard pajak karbon internasional.
“Tantangannya adalah bagaimana kita membuat skema sendiri sesuai dengan iklim ekonomi di Indonesia, tetapi tidak mengurangi standard skema internasional. Maka penyederhanaannya, adalah dengan membuat aplikasi carbon trading berbasis market place, dan yang dijual adalah sertifikat pengurangan emisi,” rincinya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan cara mendapatkan sertifikat pengurangan emisi tersebut, yaitu dengan memberdayakan masyarakat desa yang memiliki lahan luas agar dapat menanam pohon yang dapat menyerap emisi tinggi, seperti pohon Trembesi, lalu dirawat sampai 40 tahun. Setelah 40 tahun, warga desa akan mendapat sertfikat pengurangan emisi dari pohon-pohon yang ditanam.
“Sertifikat itulah yang dijual di market place dan bisa ditukarkan uang. Jadi dengan adanya inovasi ini, saya ingin perdagangan karbon bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa, dan bukan hanya segelintir orang yang mempunyai lahan luas,” terangnya.
Lebih jauh Gideon menjelaskan bahwa akan ada tantangan ke depannya yang harus dihadapi setelah aplikasi ini ada, yaitu adanya kewajiban pertanggung jawaban kepada para Lembaga Hukum, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan sebagai pemimpin dari perdagangan karbon ini.
“Untuk sekarang, saya akan mengajak desa-desa untuk menanam pohon Trembesi. Terlepas daya emisinya bisa dijual atau tidak itu urusan nanti, yang penting kita bisa mengurangi beban pemerintah dalam mengurangi laju emisi,” ucap Beswan Djarum asal Tulungagung, Jawa Timur ini.
Kedepannya, dengan adanya inovasi aplikasi carbon trading ini, Gideon akan terus mengembangkan lebih lanjut sambil menunggu regulasi yang ditetapkan, karena aplikasi ini berlandaskan pada Perpres No. 98 tahun 2021 dan Implementasi Pajak Karbon yang regulasinya masih sebatas uji coba.
“Sebenarnya di aplikasi saya ini sudah pakai standard internasional, tetapi kita masih menunggu lagi, belum ada aturan yang terpusat seperti apa. Jadi dua aturan teknis tersebut, masih ditahap awal. Meski begitu, setidaknya kita sudah punya rencana dalam mengurangi emisi dan cara memanfaatkannya,” jelasnya.