<< Kembali

  • Reri Saputra Universitas Riau Surabaya

    Beswan Djarum 2011/2012

     'Mimpi Membawa Perubahan'

    Mimpiku terkadang teramat tinggi. Seakan semua terasa mustahil, tapi aku yakin dengan apa yang disebut keajaiban. Rida Tuhan akan membawaku pada apa yang kuniatkan dengan tulus hari ini. Suatu saat nanti.

    Saya Reri Saputra, Beswan Djarum 2011/2012 asal Pekanbaru, Riau. Orang-orang terdekat memanggil saya Reri. Ranah Minang telah digariskan Tuhan sebagai tanah kelahiran sekaligus tempat saya dibesarkan, tepatnya pada 5 September 1991. Berperawakan besar dan tinggi, itulah saya. Saya begitu dicintai oleh kedua orangtua yang juga sangat saya cintai.

    Saat ini, saya sedang melanjutkan kuliah di jurusan Pendidikan Profesi Guru di Universitas Negeri Surabaya. Ya, minat saya hingga saat ini adalah mengajar, mengajar, dan mengajar—minat yang sebenarnya telah saya bangun sejak menempuh kuliah di jurusan Pendidikan Bimbingan Konseling di Universitas Riau, 7 tahun silam.

    Terinspirasi oleh Butet Manurung, seorang wanita pengajar di daerah-daerah pedalaman, saya pun  mempunyai mimpi untuk mengajar adik dan teman sebangsa di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal di Indonesia.

    Saya ingat—saat seleksi Djarum Beasiswa Plus penguji bertanya, mengapa saya bercita-cita sebesar itu, dan bagaimana saya dapat menggapainya. Dengan amat yakin saya sampaikan kepada mereka bahwa pengetahuan Psikologi Konseling di kampus adalah bekal saya untuk memahami sisi humanis dan mengenal potensi dari calon anak didik, sekaligus menjadi kunci sukses saya untuk mendidik mereka dengan baik. Papua-lah yang menjadi gerbang saya menapaki impian saat itu—saya yakin masyarakat di sana membutuhkan saya. Kendala keterbatasan kurikulum, infrastruktur, dan ketersediaan pengajar sungguh menggugah naluri saya untuk menyentuh mereka—‘mutiara hitam yang berkilau’.

    Benar saja, keberuntungan sangat berpihak kepada saya kala itu. Saya dianugerahi kesempatan menjadi penerima Djarum Beasiswa Plus. Predikat Beswan Djarum telah disematkan kepada saya, tepat pada tahun 2011.

    Bagi saya, Djarum Beasiswa Plus bukan hanya sebatas menyalurkan bantuan dana pendidikan. Yang tidak kalah pentingnya adalah, soft skills yang dibekali sangat bermanfaat ketika saya memasuki dunia kerja, bahkan hingga saat kalian tengah menikmati tulisan ini.

    Kesempatan datang setelah saya lulus kuliah S1. Dari kampus, saya diberi kesempatan mengajar satu tahun di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya yang terletak di Lembah Baliem, Papua.

    Saya ingin berbagi satu pengalaman terindah dan paling menarik ketika saya berada di pedalaman ‘Tanah Mutiara Hitam’ itu. Selama dua tahun, Papua menjadi ladang penerapan bibit soft skills yang saya pelajari selama menjadi Beswan Djarum—sebutan bagi penerima Djarum Beasiswa Plus.

    Di Papua, saya disambut baik oleh calon murid dan masyarakat setempat. Mereka begitu mengapresiasi saya layaknya secercah cahaya yang datang membawa kehidupan. Ya, saya Reri si Pak Guru. Tak henti hanya sampai pada sambutan terbaik dari mereka, minat dan keinginan mereka untuk saya didiklah yang sebenarnya begitu membuat terharu. Tak mampu berkata apa-apa lagi kala itu, selain memeluk mereka secara bersamaan dan erat.

    Turun menginjak tanah terpencil nan indah ini, saya siap menjadi duta bangsa sesungguhnya—seorang guru. Berbekal tiga pengalaman soft skills, saya mantapkan hati dan lengan saya untuk menggoreskan ujung kapur di papan hitam yang belum dihaluskan.

    Soft skills pertama yang saya terapkan di sana, yaitu Nation Building. Soft skills ini berhasil memotivasi diri sekaligus memberikan pelajaran berharga kepada saya untuk percaya pada kemampuan masyarakat serta mengembangkan kemampuan adaptasi di pedalaman. Saya menjadi lebih mudah dalam beradaptasi dengan masyarakat di sana. Kian membuncah kecintaan saya pada Indonesia.

    Satu hal yang paling mengesankan dari Papua adalah anak-anak di sana mengajarkan saya filosofi hidup yang tak dapat diberikan oleh guru hebat dari mana pun.

    Orangtua, mereka adalah guru terbaik bagi anak-anaknya dengan cara mereka sendiri. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, mereka tetap yakin bahwa mereka bisa dan harus memberikan bekal terbaik untuk anaknya. Lewat merekalah saya justru mendapatkan filosofi terbaik dalam hidup ini.

    Begitu halnya dengan orangtua saya. Dari awal keluarga selalu memberikan kebebasan terhadap semua pilihan yang saya jalani. Walaupun ada kekhawatiran dan larangan yang akhirnya bisa saya luluhkan melalui keyakinan dan pembuktian apa yang saya lakukan adalah sesuatu yang positif dan bermanfaat. Mungkin saya tak bisa menjadi sosok yang dibanggakan bagi masyarakat. Tetapi, bagi keluarga saya adalah anak kebanggaan mereka, dengan apa yang telah saya lakukan sekarang.

    Character Building menumbuhkan karakter positif di dalam diri saya. Setiap orang tentu menopang visi terdepan dalam hidupnya. Begitu pula saya. Visi saya untuk dunia pendidikan adalah pemerataan kualitas pendidikan harus menyentuh daerah pedalaman dan tidak hanya terpusat di daerah perkotaan. Hidup di Wamena membuka keberanian saya dalam mengambil resiko, keluar dari zona nyaman keluarga dan sahabat, juga dari kota saya dibesarkan.

    Satu yang menjadi pegangan terbaik saya hingga saat ini adalah membaca buku. Dengan membaca, akan membuka cakrawala ilmu. Pegangan itulah yang saya tuntun ke anak-anak di Papua agar mereka pun ikut memperluas pengetahuan, menjelajah dunia melalui berbagai bacaan yang ada. Saya lihat, dengan membaca mereka akan tergugah untuk mulai menulis. Meskipun, tak selihai penulis-penulis kenamaan di ibukota, tekad dan kemauan mereka dalam menulis kian menggugah minat mengajar saya.

    Di Wamena pula, Leadership Development, begitu terasa manfaatnya. Saya sadar, kepedulian dari para pendidik seperti saya, juga pendidik lokal di daerah, perlu dukungan. Bagi saya, gerakan para pendidik tersebut akan berdampak baik terhadap perubahan karakter siswa. Sehingga saya tidak ragu berbagi visi dan menggapai dukungan. Bersyukur, visi saya kala itu mendapat dukungan dari orangtua, keluarga, Beswan Djarum. Tak terhingga dukungan mulai dari moral, materiil termasuk berbagai alat belajar dari kawan-kawan Beswan. Bahkan segenap pihak baik pemerintah, Djarum Foundation hingga masyarakat di Wamena selalu memfasilitasi saya dalam mewujudkan bentuk pengabdian saya kepada Papua.

    Menjadi orang baru di daerah pedalaman Indonesia apalagi Papua tidak begitu saja mudah diterima oleh masyarakat. Pandangan curiga dari masyarakat sempat menghujani saya ketika pertama kali tiba di sana. Tapi itu tak berlangsung lama. Selang dua bulan, masyarakat sudah mulai bisa menerima kehadiran saya. Mereka merasakan dampak positif bagi anak-anak mereka. Sapaan ramah setiap pagi seperti 'Selamat pagi, Bapak Guru,' pun selalu mengiringi senyum saya menuju sekolah.

    Dukungan sekaligus rasa cinta masyarakat Papua semakin hari semakin bertambah. Itulah yang membuat saya mencintai mereka lebih dari apa pun. Terlebih lagi, kepala sekolah dan guru lokal di sana sepenuhnya percaya dan mendukung semua ide/gagasan saya untuk mengembangkan gaya belajar yang beraneka ragam.

    Mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal di satu kota terindah—Wamena, telah saya kecap. Kini, saya masih akan terus merajut impian saya untuk mengajar di pedalaman terindah lainnya.

    Nation Building, Character Building, dan Leadership Development dari Djarum Beasiswa Plus akan terus saya pupuk agar kelak tetap menjadi bekal saya agar menjadi Reri—si Pak Guru yang lebih baik lagi ke depannya.

    Saya Reri Saputra, sangat bersyukur dalam menapaki sejuta impian.

    Salam Beswan Djarum !