AULIA FIRDAUS BRILLIANTI
Jurnalis TV dan Radio
TVRI Stasiun Jawa Timur
Beswan Djarum 2018/2019
Sejak tahun 2012, banyak yang bertanya "Apa mimpimu?". Saya selalu menjawab: "Mungkin bukan mimpi, takut saat bangun nggak terjadi apa-apa. Tapi saya punya visi, menjadi orang yang impactful ketika berbicara". Seringkali orang mengernyitkan dahi ketika mendengar jawaban itu. Tapi saya selalu percaya diri, karena saat itu saya banyak menonton televisi dan video di YouTube dari para figur publik untuk mempelajari cara mereka berbicara. Saya terinspirasi kalimat tentang “visi bukan mimpi” tadi dari Presiden Ketiga RI, BJ Habibie, dan jurnalis senior Najwa Shihab. Di tahun itu pula saya sedang aktif ikut berbagai lomba pidato, storytelling, baca puisi, dan baca berita. Pada tahun yang sama, saya juga melihat pengumuman pembukaan Djarum Beasiswa Plus untuk pertama kalinya.
Singkat cerita, saya berusaha mewujudkan visi tadi dengan memantaskan diri menjadi Beswan Djarum. Sebab saya ingin menjadi orang-orang hebat yang diceritakan oleh para Alumni Beswan Djarum sebelumnya. Apalagi, program pelatihan yang ditawarkan juga menarik. Akhirnya di tahun 2018, saya lolos sebagai Beswan Djarum, dua bulan setelah saya meraih prestasi sebagai Terbaik 3 Duta Bahasa Jawa Timur. Saya sangat senang karena di hari kedua tes Djarum Beasiswa Plus, saya juga mencoba tes Pemilihan Duta Bahasa Jawa Timur, yang sebenarnya sempat ditentang orang tua agar memilih salah satu tes saja. Begitulah kemudian, setelah menjadi Duta Bahasa dan Beswan Djarum, relasi makin terbangun bersama orang-orang hebat, kesempatan mewujudkan visi pun makin terbuka.
Di Djarum Beasiswa Plus, pelatihan soft skills tentang menentukan visi dan cara merealisasikannya dengan grit mentality dan komunikasi efektif ada dalam pelatihan Leadership Development. Sementara dalam pelatihan Character Building, saya melatih kepekaan terhadap sekitar, empati dengan orang lain, juga sikap jujur di setiap tindakan. Hal-hal itu sangat bermanfaat bagi saya yang akhirnya terjun dalam dunia jurnalistik, visi saya sejak kecil. Saya lolos casting sebagai news presenter dan reporter TVRI Jawa Timur tahun 2019, hanya 6 bulan setelah pelatihan Leadership Development. Lalu fresh graduate Firda juga diterima sebagai newscaster di radio Gen FM Surabaya pada 2021.
Kedua profesi itu punya benang merah, sama-sama menjadi jurnalis. Maka wajib berwawasan luas dan terampil menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa bias. Perbedaannya terletak pada bentuk platform, gaya bahasa yang digunakan, dan profesionalisme yang terlibat. Harus diakui, kritik awak media sangat tajam dan detail, seperti sebatas penampilan rambut, gestur tangan, sampai logat berbicara. Meski sempat merasa down, namun bekal grit mentality dari pelatihan di Djarum Beasiswa Plus membuat saya lebih terbiasa mengontrol emosi. Prisipnya, pemirsa atau pendengar tidak mau tahu apa yang terjadi di belakang layar maupun mixer, yang penting tampil sebaik mungkin saat on air.
Sebagai seorang jurnalis, saya harus rela standby hampir 24 jam, termasuk saat weekend atau hari libur nasional. Siap ditugaskan jika ada kejadian luar biasa seperti bencana alam atau force majeur. Yang terbaru, saya meliput Erupsi Gunung Semeru pada Desember 2021. Tidak pernah terlupakan saat harus reportase di tengah hujan abu, dekat aliran lahar dingin, mencari data di posko pengungsi, mewawancarai pejabat sampai relawan, bahkan live report di sekitar pos ante mortem kamar jenazah. Saya berusaha menyampaikan berita yang akurat, dengan tetap memperhatikan kode etik jurnalistik, termasuk berempati dengan keluarga korban.
Di masa pandemi, risiko terbesar para jurnalis adalah terpapar Covid-19 saat turun lapangan. Saya pun menjadi "korban" varian Delta usai liputan arus mudik-balik Idul Fitri tahun 2021. Kedua kantor saya sempat lockdown, akibat beberapa rekan kerja terkonfirmasi positif, bahkan sampai meninggal dunia. Kami pun harus beradaptasi dengan cepat dengan "siaran dari rumah". Saya dan kawan-kawan jurnalis lainnya bertanggung jawab memberi informasi anti hoaks yang meyakinkan, namun tetap menenangkan khalayak. Inilah yang saya sebut impactful dalam visi saya sebelumnya.
Jika dirunut, alhamdulillah saya merasa satu per satu visi saya terwujud perlahan. Tampil di layar kaca dari program soft news, lalu hard news, dialog dan talk show, sampai dipercaya live report untuk TVRI Nasional. Tidak disangka, saya juga menjadi penyiar pertama dan sejauh ini satu-satunya dari stasiun Jawa Timur yang mampu menembus reportase Bahasa Inggris untuk program "Focus Today” di TVRI World. Di radio, saya juga menjadi staf termuda dan satu-satunya perempuan dalam Divisi Product -yang menaungi Tim News-. Selain bertugas membuat 20 sd 24 berita setiap harinya, saya juga dipercaya untuk menentukan narasumber yang diajak berkolaborasi setiap minggu dari berbagai kalangan, tergantung berita apa yang viral di minggu tersebut. Tertantang? Jelas. Saya masih haus pengalaman agar terus tumbuh. Set the bar higher, kalau kata pelatih di pelatihan Character Building.
Djarum Beasiswa Plus membantu saya memahami karakter tiap orang yang berbeda. Meminjam istilah dari pemateri Leadership Development, Pak James Gwee, "people are different, predictably different". Saya tidak lagi bingung membangun relasi dengan kolega maupun klien yang baru saya temui. Karena di luar jurnalistik, saya juga aktif menjadi freelance MC, moderator panel, pengajar public speaking anak-anak, serta crew dari sebuah Event Organizer di Surabaya. Berkat pelatihan di Djarum Beasiswa Plus, saya mau terus bergerak, menggali potensi, karena grit mentality bukan seperti berlari sprint, melainkan marathon.
Begitu berharga visi yang coba saya raih, layaknya pengalaman menjadi Beswan Djarum yang sangat saya syukuri. Saya bahagia bisa bertemu dengan ratusan mahasiswa “plus” dari seluruh Indonesia. Kami berbeda, tetapi bersahabat, berani sukses muda dengan visi yang jelas melalui bimbingan pembina dan profesional. Semoga cerita di atas dapat menginspirasi teman-teman yang membaca. Yuk Bisa Yuk, nikmati semua prosesnya. Salam sehat, semangat, sukses selalu!