Katadata menyebutkan Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di Dunia setelah Brazil. Luasnya mencapai 22,5 hektare. Manfaat dari keberadaan gambut ini salah satunya adalah menyimpan 30% karbon dunia.
Sayangnya, Adibtya Asyhari menyebutkan lahan gambut tropis Indonesia kini terancam. Beswan Djarum 2013/2014 dari Universitas Brawijaya ini bekerja sebagai Peatland Scientist atau ilmuwan gambut di Yayasan Konservasi Alam Nusantara.
Bagaimana gambaran lahan gambut tropis Indonesia ini?
Saat ini saya bekerja dalam proyek penelitian untuk perlindungan dan restorasi lahan gambut. Lahan gambut menjadi penting bagi mitigasi perubahan iklim dikarenakan kandungan karbon di dalamnya. Terlebih untuk Indonesia yang memiliki sekitar sepertiga dari seluruh lahan gambut tropis di dunia. Akan tetapi, dengan campur tangan manusia, lahan gambut menjadi terancam. Perubahan tata guna lahan gambut dari hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan emisi karbon yang berbahaya bagi lingkungan dan memperparah perubahan iklim. Di sini, kami melakukan penelitian untuk melindungi lahan gambut yang tersisa dan mengupayakan proses restorasi dan perbaikan pengelolaan untuk lahan gambut yang sudah terdegradasi agar dapat memitigasi perubahan iklim.
Seperti apa pengalaman bekerja di bidang konservasi alam?
Saya merasa saya dapat mengaplikasikan ilmu terkait sumber daya air yang saya
miliki dalam bidang perlindungan dan restorasi lahan gambut yang sangat penting bagi Indonesia. Saya sangat beruntung bekerja di sini bersama tim dan lingkungan yang sangat mendukung, di mana saya dapat melakukan penelitian dan proyek terkait bidang yang saya tekuni sekaligus mengembangkan kemampuan diri saya baik secara personal maupun profesional.
Apa yang membuatmu tertarik di bidang konservasi alam ini?
Sedari kecil, saya sangat tertarik dalam bidang matematika, fisika, dan secara umum tentang bentang alam. Sehingga, saya sudah memutuskan untuk masuk ke dalam bidang teknik ketika menempuh perkuliahan. Sumber daya air sendiri, merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh semua orang. No one can live without water. Bagaimana kita mengelola sumber daya air menjadi sangat penting terlebih dengan isu perubahan iklim yang sedang banyak diperbincangkan. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk terjun dalam bidang teknik sumber daya air.
Di Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), saya sedikit bergeser dari bidang sumber daya air secara khusus menjadi konservasi lingkungan, terutama lahan gambut.
Ketertarikan akan alam ini juga kamu bawa selama menjadi Beswan Djarum, ya?
Iya. Saya termasuk salah satu yang beruntung untuk berkesempatan mengikuti program International Exposure, yang mana pada waktu itu agendanya adalah Harvard World Model United Nations (MUN) di Seoul, Korea Selatan. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat menarik dan cukup menantang bagi saya, mengingat background pendidikan saya yang berasal dari bidang ilmu keteknikan sehingga pengalaman saya terkait diplomasi internasional cukup terbatas. Akan tetapi, untungnya Djarum Beasiswa Plus juga turut memberikan pelatihan sebelum keberangkatan sehingga sangat membantu persiapan kami. Selama kegiatan Harvard World MUN, delegasi dari Beswan Djarum berperan mewakili negara Portugal dan saya bergabung ke dalam High Level Political Forum on Sustainable Development. Di sini, saya belajar terkait isu-isu global dalam pembangunan berkelanjutan dan bernegosiasi dengan delegasi dari negara lainnya untuk membuat sebuah resolusi bersama. Selain acara tersebut, kami juga berkesempatan mengunjungi beberapa tempat bersejarah di sekitar Seoul.
Sobat Beswan Djarum, yuk sama-sama kita tingkatkan kepedulian untuk menjaga lingkungan dimulai dari yang kita bisa.
Jangan lewatkan Kenal Alumni lainnya.
Ikuti terus media sosial resmi kami melalui: Instagram (@djarumbeasiswaplus), Facebook Page (Djarum Beasiswa Plus), Twitter (@BeswanDjarum), LinkedIn (Djarum Beasiswa Plus), dan YouTube (Djarum Beasiswa Plus).